Kamis, 25 Desember 2008

place clubbing in jakarta

Terlepas dari semua gangguan di atas, pecinta musik techno sejati masih dapat memenuhi kebutuhannya. Para DJ terkenal di Eropa pernah tampil di Stadium, Bengkel dan Musro, dan pada tahun lalu, Gatecrasher – promotor clubbing terkenal asal Inggris – mengadakan pesta rave besar-besaran. Selain acara-acara istimewa ini, ada juga beberapa klub lokal yang tampil di tempat-tempat (yang biasanya lebih kecil) di seluruh kota. Javabass, misalnya, mengusung musik drum & bass, jenis musik dance yang pasti membuat bingung banyak pengunjung di Millenium. Grup ini bermain di tempat-tempat seperti Parkit, BB’s dan [CO²], serta acara-acara one-off lainnya. Diskotek-diskotek baru seperti Embassy, The Gate, dan Centro juga memainkan musik yang lebih padat dan dalam. Sayang Retro mengalami penurunan belakangan ini. Dulu mereka memutar lagu-lagu garage bermutu, namun belakangan beralih ke techno pasaran yang lebih nge-pop. Klub baru A2 Club di Hotel Alila, Jl. Pecenongan, memainkan hard house sepanjang malam.

Dunia clubbing di Jakarta tampaknya terbagi antara tempat-tempat yang memperhatikan musiknya dengan tempat-tempat yang cuma jadi istana mabuk Akibatnya, di sini terdapat jurang pemisah antara kultur kaum muda dengan pendekatan yang lebih “eksekutif” terhadap konsep klub. Klub-klub yang paling sukses adalah yang dapat mempertemukan keduanya. Rasa sayang yang terdapat di lantai dansa tampaknya cukup tulus, namun tingkat energinya sama sekali tidak mendekati klub-klub di Eropa. Tapi narkoba yang digunakan terlihat jelas, ekstasi. Dan orang-orang Indonesia memang kurang hati-hati dalam mengkonsumsi obat (jenis apapun). Obat serba guna serta minuman pil kuat sudah menjadi bagian integral dari budaya Indonesia. Masalah muncul di saat massa bertemu dengan obat-obatan yang benar-benar memiliki dampak seperti ekstasi. Orang Indonesia yang berbadan kecil pada akhirnya akan merasakan juga efek dari lima tablet semalam, dan pasti akan ada akibat yang harus ditanggung!

Hal penting lainnya yang perlu dipertimbangkan saat clubbing di Jakarta adalah tujuan sesudahnya. Setelah menghabiskan 12 jam di klub, adalah sangat penting untuk menemukan tempat yang tepat untuk menenangkan diri. Melangkah ke jalan Glodok yang lembab dan berdebu dengan pancaran sinar matahari mengenai wajah setelah berada semalam suntuk di klub yang gelap bisa jadi ibarat memasuki dimensi yang berbeda. Ini dapat menimbulkan depresi tersendiri. Oleh karena itu dibutuhkan tempat yang tenang dan nyaman untuk mendarat semalaman di alam zat kimia. Dulu, para clubbers Jakarta suka ngopi di salah satu kafe sepanjang pantai Ancol. Air payau di sini memang tidak membantu suasana, namun tidaklah seburuk pergi ke Dunia Fantasi dan menaiki beberapa wahana. Sangat tidak menyenangkan, terutama jika tidak ingin mengeluarkan muntahan berwarna hitam. Ada beberapa orang yang keluar kota sekalian dan berelaksasi di Puncak atau tempat idaman lainnya. Ada juga yang ke spa atau panti pijat. Bisa juga langsung pulang saja, menyetel musik, beli rokok dan Krating Daeng di warung.

Klub-klub di Jakarta merupakan sarang laknat yang tak tertandingi. Masuklah, tenggelamlah ke dalam kemaksiatan, dan ucapkan selamat tinggal pada akal sehat.

Tidak ada komentar: